Sabtu, 12 Desember 2020

Sumedang Kota Horor

Sumedang Kota Horor

Jakarta Ferikusuma




Sumedang memang sangat identik sekali dengan tahunya yang gurih itu. Mau dimana kamu berada, pasti ada saja orang yang jualan tahu Sumedang. Padahal belum tentu juga yang jual tahu itu memang asli tahu Sumedang atau malah hanya mirip saja.

Selain tahu, jika disebut kota Sumedang akan terngiang lagu "Kumenangis membayangkan.... ". Bukan. Bukan karena Sumedang adalah salah satu lokasi sinetron Indosiar yang menjadikan lagu itu soundtracknya. Tapi ini lebih ke penyanyinya. Siapa yang tak kenal Rossa, diva pop Indonesia yang berasal dari Sumedang. Selain terkenal dengan tahu, Sumedang juga terkenal dengan artisnya bersuara merdu. Selain, Rossa, diva dangdut Iis Dahlia juga dari Sumedang kan. Sayang Lesti yang lagi viral dari Cianjur. Coba Sumedang juga. Loh kok? 

Selain dua hal di atas, Sumedang juga terkenal dengan kehororannya loh. Kok bisa sih?  Bayangkan saking horornya youtuber sekelas Risa Saraswati dan Sarah Wijayanto saja memburu hantu di kota ini. Cari tahu yuk Sumedang bagian mana yang membuat kota ini menjadi horor. Ini hanya untuk kamu yang berani saja. Yang tidak berani, silakan baca saja. Tapi jangan takut. Ini dia tempat-tempat yang bikin Sumedang jadi kota horor. 


Gunung Kunci



Dari nama saja sudah agak gimana gitu. Gunung Kunci terkenal sebagai salah satu tempat yang memiliki bangunan bersejarah. Di dalam gunung terdapat benteng peninggalan Belanda yang memiliki kisah mistis. Kisah mistis apa? Rupanya benteng tersebut pernah dijadikan sebagai tempat pembantaian terhadap warga pribumi oleh penjajah.  Hawa mistis pun sangat terasa di tempat ini. Bahkan menurut Risa Saraswati dan tim ketika ekspedisi ke dalam benteng dalam videonya dia menjelaskan, di dalam benteng terasa sangat panas sekali padahal di luar cuaca amatlah dingin. Mereka seakan meyakini ada kekuatan ghaib yang ikut membuat benteng menjadi panas.

Menurut orang-orang, banyak mahkluk halus yang kerap menampakkan diri, seperti hantu wanita hingga suara derap langkah kaki tentara. Ini biasa terdengar ketika tengah malam saat orang-orang terlelap dalam tidur. Bisa dibayangkan malam-malam dengar derap kaki tentara mau perang padahal keadaan sepi sunyi. Kan ngeri ya? 

Gunung Kunci berlokasi di Kotakulon, Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Kalau jalan ke Sumedang, marilah mampir. Selain belajar sejarah, juga bisa sekalian uji nyali. Kalau tidak kuat tinggal lambaikan tangan ke kamera.



Jembatan Cincin



Tidak hanya Gunung Kunci yang menjadi icon kehororan kota Sumedang. Ada satu tempat lagi yang tak kalah seramnya, yaitu Jembatan Cincin. Jembatan Cincin adalah salah satu jembatan tertua di Indonesia. Jembatan ini berdiri di atas pemakaman umum. Nah loh, pemakaman umum, saudara-saudara. Ya, wajar saja kalau horor.  Kabarnya, menurut desas desus yang beredar tempat ini dihuni oleh hantu wanita yang kerap meminta ditemani berjalan menuju ujung jembatan. Warga sekitar juga sering mendengar suara wanita tertawa atau menangis di jembatan ini kalau malam hari.

Pada siang hari, jembatan ini nampak sangat eksotis. Banyak orang lalu lalang melewati jembatan ini, baik jalan kaki, naik sepeda atau mengendarai motor. Tidak nampak nuansa mistisnya sama sekali. Bahkan pemandangan di bawah jembatan pun sangatlah indah. Mata kita akan dimanjakan dengan padi yang menghijau menghampar. Belum lagi gedung tinggi nan megah yang ada di sebelahnya. Itu menambah kesan eksotis jembatan ini. Cocok sekali untuk berswafoto. Tidak ada tuh kesan seram dari tempat ini. Sungguh, sangat bertolak belakang sekali dengan nuansa kalau di malam hari.

Tim Jurnal Risa pernah mampir ke jembatan ini, malam hari tentu saja. Beberapa timnya ada yang kesurupan hantu penunggu jembatan Dan rupanya jembatan ini pernah digunakan untuk tempat bunuh diri. Duh, horor sekali ya. Jembatan ini berlokasi di Jalan Cikuda, Hegarmanah, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Kalau kamu penakut jangan datang di malam hari ya. Siang saja biar bisa berswafoto dengan pemandangan yang indah.


Menara Loji



Sebuah menara berwarna putih dengan arsitektur neo-gothik Belanda ini mempunyai atap berbentuk segi delapan dan mengerucut di bagian atasnya dengan dilengkapi hiasan garpu tiga jari seperti layaknya senjata trisula. Dahulu, menara ini dibangun sebagai penunjuk jam bagi para pekerja yang berada di kebun dekat Menara Loji.


Selain menjadi saksi bisu sejarah, Menara Loji Jatinangor juga dianggap sebagai tempat angker di Sumedang. Pasalnya, pekerja dan warga setempat sering mendapat gangguan dari makhluk astral ketika berada di sekitar menara.


Menara ini pernah dikunjungi oleh Tim Dua Dunia, sebuah acara bertema mistis dari salah satu stasiun TV nasional. Narasumber pun mengatakan bahwa dirinya pernah melihat sosok berupa pria Belanda berjubah yang sedang menunggang kuda di malam hari. Kalau kamu yang ketemu pria Belanda berjubah naik kuda itu, kira-kira apa yang akan kamu lakukan. Ikut naik atau malah kabur?


Waduk Jatigede




Bagaimana bisa waduk yang baru dibangun pada tahun 2015 ini diklaim sebagai tempat angker di Sumedang? Meskipun baru seumur jagungWaduk Jatigede sudah memiliki berbagai mitos maupun cerita misteri yang di luar nalar.


Waduk Jatigede memiliki sejumlah mitos, di antaranya yang paling terkenal adalah keberadaan ular ghaib sepanjang 4 kilometer yang hidup di dalamnya. Konon, ular ini membentang dari Kecamatan Wado sampai dengan Kecamatan Darmaraja.


Makhluk gaib yang menghuni Waduk Jatigede bukanlah ular sepanjang 4 kilometer saja, tapi ada juga buaya putih. Buaya putih bukan buaya albino tapi merupakan buaya ghaib jelmaan jin. Buaya gaib ini jarang menampakkan diri. Hanya beberapa orang saja yang mengaku pernah melihat perwujudan buaya ini meskipun belum tentu kebenarannya.


Mitos mengenai hewan-hewan gaib di Waduk Jatigede ini hanyalah segelintir cerita misteri dari waduk seluas 4.200 hektar ini. Masih banyak lagi cerita mitos nan mistis lainnya. Salah satunya cerita tentang Keuyeup Bodas adalah bahasa Sunda yang artinya adalah kepiting putih. Secara umum, kepiting memiliki warna gelap seperti hijau keabu-abuan atau hijau kehitaman. Ada juga kepiting yang warnanya jingga cerah. Kepiting putih dipercaya sebagai mahluk legenda yang berukuran besar.


Pembangunan Waduk Jatigede ini diklaim dapat membangunkan si kepiting putih. Mitos tentang adanya keuyeup bodas ini sudah lama tersebar di sekitar masyarakat yang tinggal di Waduk Jatigede, bahkan sebelum waduk ini dialiri air. Misteri Waduk Jatigede seputar kepiting putih ini sangat ditakuti warga. Pasalnya, keuyeup bodas raksasa bisa menjebol bendungan suatu hari nanti.

Tidak hanya sampai di situ kisah horor mengenai waduk ini. Masyarakat yang tinggal di sekitar waduk percaya, bahwa waduk ini sering meminta tumbal. Sudah banyak kejadian yang terjadi dan memakan korban hingga meninggal. Tidak hanya satu kali, tapi sampai berkali-kali.

Jika kebetulan kamu berhasil datang ke Waduk Jatigede ini, kalau ingin mandi di waduk boleh saja. Tapi jangan ke tengah waduk, agak berbahaya. Apalagi kalau saat berenang di waduk, tanpa pemanasan dulu. Kalau kaki kram maka nanti orang-orang akan  bilang kalau kamu koran tumbal berikutnya. Tetap waspada.

Demikian empat tempat yang bisa kamu kunjungi ketika datang ke Sumedang jika kamu ingin menikmati Sumedang dengan cara yang berbeda. Dengan cara yang anti-mainstream, berbeda dari yang lain. Siapkan mental juga ya. Siapa tahu ketika sedang kunjungan mereka mau menyapa kamu satu itu juga. Jarang-jarang kan bisa disapa mahluk ghaib.




Pulau Harapan, 12 Desember 2020


*rujukan tulisan dan foto
idntimes.com
https://www.google.com/amp/s/www.idntimes.com/travel/destination/amp/dhiya-azzahra/tempat-paling-angker-di-sumedang

bacaterus.com
https://bacaterus.com/tempat-angker-di-sumedang/

Video YouTube Jurnal Risa
#27 Tangisan di Jembatan Cincin
#40 Jalan-jalan ke Gunung Kunci part 1


Selasa, 10 November 2020

Jatuh dari Rumah Panggung





Saat usia tujuh tahunan, saya sudah punya gank. Terdiri dari tiga orang. Dua perempuan dan saya sendiri laki-laki. Saya yang paling bungsu di antara dua teman saya itu. Dua teman saya itu tetangga kiri kanan rumah. Yang satu namanya Aryani, yang lebih akrab kami panggil Mak Wok, dia yang paling tua di antara kami, dua tahun di atas saya. Satunya lagi namanya Deli Sutrisna, dan sering dipanggil Dis. Tapi di sekolah dia tetap dipanggil Deli. Usianya setahun di atas saya. Tahu apa nama gank kami? ABC. Kayak merek kecap dan baterai. Haha.... 


Tapi namanya kanak-kanak, pasti bikin nama gank yang unik. Mana tahu kalau ternyata itu merek kecap dan baterai. Inspirasi nama gank itu sebenarnya sederhana. Dulu tiap pekan pasti ada lomba cerdas cermat di TVRI. Itu merupakan tontonan favorit kami bertiga. Lomba cerdas cermat kan ada tiga kelompok yang bertanding yakni kelompok A, B, dan C. Nah, nama gank kami terciptanya dari sana. Karena tiap nonton itu, secara otomatis Aryani akan mendukung kelompok A, Deli akan mendukung kelompok B, dan saya mendukung kelompok C. Mengapa begitu? Semua di susun berdasarkan urutan umur. Yang paling tua A. Yang tua kedua B dan yang paling muda C. Sederhana sekali.


Kami kemana-mana selalu bertiga kecuali sekolah. Saya dan Deli satu sekolah walau Deli jadi adik kelas saya. Saya bingung kenapa bisa begitu waktu dulu. Kalau tidak salah, harusnya satu angkatan, tapi karena Deli sering sakit waktu itu jadi dia telat masuk sekolah. Sedang Aryani beda sekolah dengan kami. Tapi akhirnya dia jadi adik kelas saya juga karena terlalu di sayang guru alias dua tahun tidak naik kelas karena kesulitan di pelajaran matematika.


Kalau sudah pulang sekolah bisa dipastikan kami bertiga akan main bersama. Mainnya bisa di mana saja. Namanya anak desa mainnya pasti kotor-kotor. Kami sering main di hutan. Mencari jambu hutan, atau sekadar santai di atas pohon karet sambil berkisah masa depan. Main pondok-pondokan di belakang rumah yang juga kala itu masih semak hutan. Atau mandi di sungai belakang rumah. Mancing. Bekarang. Atau iseng mencuri timun di kebun tetangga. Haha....


Masa itu hidup nyantai banget. Kayak tidak ada beban. Main saja terus. Jika sedang malas main ke hutan atau sungai maka mainnya di sekitaran rumah. Yang bikin saya agak malas, pasti akan main versi perempuan. Main masak-masakan. Main boneka-bonekaan yang kami buat dari sarung. Dulu mana bisa kami beli Teddy Bear. Hanya anak orang kaya yang mampu membelinya. Main guru-murid, pasti nanti saya yang akan jadi guru. Saya jarang jadi murid. Karena kata mereka, saya yang paling pintar di antara mereka berdua, jadi lebih acocok jadi guru. 



Di antara banyak kenangan itu saya ingat salah satu kenangan yang bikin ngilu waktu itu ketika itu kami main di rumah Deli. Rumahnya rumah panggung. Sampai hari ini, rumah Deli masih rumah panggung. Hanya dapurnya saja yang sudah "diturunkan". 


Kami main di ruang tengahnya yang luas. Main boneka-bonekaan yang kami buat dengan sarung. Masing-masing kami satu boneka sarung. Entah bagaimana kejadiannya, saya lupa, yang jelas saat itu Deli dengan boneka sarungnya duduk di muara jendela rumahnya. Dia memang membuat 'rumah' dekat jendela itu. Jadi kesibukannya tak jauh dari sana. Nah, kami juga sibuk dengan boneka kami yang sudah dianggap bayi itu. Lalu terjadilah kejadian yang tidak kami sangka-sangka. Deli jatuh dari jendela rumah panggungnya ke tanah.


"Gedebug!!!"


Asli, saya dan Aryani kaget. Seketika kami menengok Deli yang sudah jatuh ke tanah melalui jendela tempat dia terjatuh tadi. Deli sudah "keras" di bawah sana. Badannya penuh becek. Soalnya semalam habis hujan. Dia tidak bergerak. Saya dan Aryani saling toleh. Otak anak-anak kami satu frekuensi. Deli sudah tidak bernyawa. Kami ketakutan. Maka tanpa menunggu aba-aba, saya dan Aryani langsung lari turun dari rumah panggung Deli dengan tak lupa membawa boneka sarung kami masing-masing. Pulang ke rumah masing-masing. Nasib Deli, entahlah. Kami berdua saat itu takut disalahkan. Sungguh keputusan anak-anak yang naif sekali saat itu. Keputusan yang membuat saya menyesal kalau ingat itu.


****


Dua hari setelahnya saya dan Aryani menyempatkan diri membesuk Deli. Alhamdulillah, dia tidak apa-apa. Sudah diurut oleh tukang urut patah. Tulang ekornya yang bermasalah karena terjatuh. Ternyata setelah saya dan Aryani kabur, ibu Deli tahu kalau anaknya terjatuh karena mendengar suara bedebug lalu beberapa menit kemudian Deli menangis. Dia segera dilarikan ke Puskesmas desa. Ditangani.


Saat datang hari itu, saya dan Aryani dinasehati oleh orang tua Deli tentang pertemanan. Beliau bilang, tidak boleh seperti itu. Seandainya saat itu ibu Deli tidak tahu kalau anaknya jatuh, pasti Deli sudah meninggal. Beliau juga mengatakan, kalau berteman itu harus saling jaga. Saat ada teman yang kecelakaan temannya harus membantu bukan lari.


Masa itu, kami tak begitu menghiraukan nasehat itu. Kami sudah sangat bahagia saat tahu Deli masih hidup. Karena di pikiran kami Deli sudah meninggal mengingat rumah panggung Deli cukup tinggi. Kami saat itu ketakutan. Takut disalahkan. Kalau Deli meninggal maka kami yang akan dikatakan membunuh dia. Maka kami akan ditangkap polisi lalu masuk penjara. Kami tidak ingin seperti itu. Makanya saya dan Aryani memilih kabur saat itu.


Bukan main takutnya saya dan Aryani ketika pulang ke rumah masing-masing. Makan tak enak. Tidur tak nyenyak. Besoknya "maling-maling" berita. Tapi tetap takut menemui Deli ke rumahnya, takut disalahkan oleh orang tuanya. Padahal kami berdua tidak tahu apa yang membuat Deli bisa jatuh.


Ibu saya saja sampai heran mengapa aku belum mengunjungi Deli yang sedang sakit? Kujawab saja, nanti. Setelah diskusi panjang dengan Aryani, hari kedua kami memberanikan diri membesuknya. Saat dibesuk kami hanya diam. Deli juga diam. Tatapan matanya marah. Seakan dia berkata,


"Kalian berdua tega, bukannya nolongin aku tapi malah lari. Dasar teman pengecut!"


Kami membalas dengan tatapan bersalah.


"Maaf. Kami hanya takut."


Tiap hari kami membesuk Deli. Lebih banyak diam. Deli masih marah. Kami pun tak tahu harus berbuat apa. Sampai hari ke enam baru dia banyak bicara. Akhirnya kami akrab seperti sedia kala. Ah, masa kanak-kanak memang selalu indah untuk dikenang.


Sampai hari ini kami masih berteman. Tapi tidak sedekat dulu lagi. Sudah sibuk masing-masing. Terutama saya. Sebab memang saya pernah bertanya pada Aryani, kenapa kita tidak sedekat dulu lagi? Dia bilang, kami malu sama kau, Jaka. Kau kan kuliah, sarjana, tidak pantas berteman dengan kami. Kami cuma lulusan SD.


Ya memang hanya saya yang terus melanjutkan pendidikan. Aryani hanya sampai SD. Deli hingga SMP. Tidak seperti cita-cita kami sejak kecil yang ingin kuliah bersama dan sukses bersama. Saya agak "menyesali" hal ini.


Kini, Aryani sudah menikah dan punya satu orang anak. Deli masih sendiri, bibiku bilang, dia tidak mau menikah. Alasannya masuk akal tapi tidak bisa saya ceritakan di sini. 


Saya selalu berdoa mudah-mudahan walau kami tidak dekat lagi di dunia tapi insya Allah, kami bisa dikumpulkan di surga-Nya kelak.



Pulau Harapan, 10112020



Foto hanya pemanis diambil via google, kami tidak punya foto masa kecil bahkan sampai sekarang.



#WAGFLPSumselMenulis

#lampauibatasmu

Sabtu, 22 Agustus 2020

Tilik ; The Power of Emak-emak


Tilik ; The Power of Emak-emak

(Review Film)


Saya dua kali menonton film Tilik yang diunggah oleh Ravacana Film, rumah produksi yang membuat film ini di akun YouTube mereka. Sengaja. Nonton pertama untuk menikmati film. Nonton kedua buat bikin review ini.

Secara keseluruhan saya menyukai film pendek yang disutradarai oleh Wahyu Agung Prasetyo ini. Suka sekali. Film ini sangat bagus. Idenya brilian. Dekat dengan kehidupan sehari-hari terutama di desa. Karakter emak-emak dalam film ini nyata dan ada di hampir setiap desa.

Adalah Bu Tejo dan rombongan ibu-ibu desa punya niat ingin membesuk Bu Lurah yang sedang sakit di rumah sakit di kota. Mereka pergi naik truk yang disopiri oleh Gotrek. Bayangkan bak truk di belakang itu disesaki oleh ibu-ibu sebanyak 25 orang. Tahu sendiri kan apa yang dilakukan ibu-ibu kalau sedang berkumpul seperti itu? Apalagi kalau bukan ghibah. Segala apa diomongin.

Yang spesial dari film pendek ini adalah para ibu-ibu itu selalu membahas satu nama yaitu Dian. Apapun bahasan mereka nama Dian selalu disebut. Siapa sebenarnya sosok Dian ini dan apa yang melatarinya hingga menjadi bahan gosip Bu Tejo dan kawan-kawan selama di truk bisa kita temui jawabannya di akhir film.

Film ini sangat unik menurut saya, mengangkat sebuah tradisi di desa di daerah Yogyakarta; tilik. Tilik dalam bahasa Jawa artinya menjenguk. Tradisi ini ternyata memang ada di desa daerah Jogja sana. Jika ada orang yang sakit maka ramai-ramai orang yang akan bertandang ke rumah sakit untuk membesuk. Terlebih di sini yang sakit adalah Bu Lurah, orang nomor satu di desa.


Alasan mereka menggunakan truk berangkat ke kota pun dijelaskan dari percakapan Bu Tejo dan Yu Ning, bahwa mereka berangkat mendadak karena Bu Lurah tiba-tiba pingsan dan masuk rumah sakit. Karena rasa empati yang tinggi mereka langsung berkunjung esok harinya. Ya, walaupun mereka harus berdiri di sepanjang jalan di dalam bak truk, merunduk jika ada polisi, itupun setelah dikode oleh Gotrek dengan menggunakan klakson.

Dari segi cerita, film ini sangat menarik sekali. Kita sebagai penonton memang harus jeli terhadap jalan cerita. Harus fokus dengan percakapan-percakapan yang terjadi. Sebab kalau kita fokus kita akan menemukan kesinambungan cerita di awal dan di akhir. Kita akhirnya tahu mengapa Dian menjadi bahan gosip di desanya? Kita juga dapat mengambil kesimpulan mengapa Bu Lurah tiba-tiba pingsan dan dilarikan ke rumah sakit dan justru Dianlah yang menolongnya? Itulah mengapa kita harus fokus saat menonton film ini. Sebab ini film pendek. Jadi cerita yang akan disampaikan memang dipadatkan. Berbeda jika ini adalah film bioskop. Tapi walau padat, film ini tetap menghibur. 

Film ini memang menggunakan bahasa daerah, yaitu bahasa Jawa sebagai dialog antar tokoh, karena memang setting film ini di Yogyakarta. Dan penggunaan bahasa Jawa dalam film ini bisa menjadi keunggulan sekaligus kelemahan dalam film. Disebut keunggulan karena film ini mengenalkan bahasa daerah ke khalayak ramai, selain memang kita akan mendapatkan kekhasan daerahnya lewat bahasa. Saya merasakan itu soalnya. Saya merasa film ini sangat hidup dengan bahasa daerah yang digunakan. Saya tidak tahu apakah film ini akan tetap seru dan menarik atau malah sebaliknya jikalau seandainya menggunakan bahasa Indonesia tapi dengan dialek Jawa. Saya rasa akan kurang dapat nuansanya.  

Tapi hal ini sekaligus bisa menjadi kelemahan karena banyak juga orang yang tidak mengerti bahasa Jawa. Memang ada subtitle bahasa Indonesianya biar kita tetap dapat menikmati jalan cerita. Tapi ada sebagian orang yang merasa terganggu karena harus fokus ke gambar dan subtitle di bawahnya. Istilahnya merusak momen.

Kalau saya sih aman-aman saja. Sudah terbiasa menonton yang seperti ini. Lah nonton film Hollywood saja saya juga seperti ini. Hanya memang sepertinya jika mengerti bahasa Jawa yang digunakan akan sangat menikmati sekali filmnya. Lebih dapat feel-nya.

Di film ini ada sosok Bu Lurah yang akan dijenguk oleh ibu-ibu. Lurah itu sejatinya adalah seorang PNS yang diangkat oleh Bupati untuk memimpin kelurahan. Tapi ada adegan di depan masjid, saat Bu Tejo memberikan amplop ke Gotrek, Yu Ning bilang, kalau suami Bu Tejo mau mencalonkan diri sebagai Lurah. Padahal kan menurut undang-undang Lurah tidak dipilih oleh masyarakatnya. Yang dipilih oleh masyarakat itu kepala desa alias Kades.

Menariknya di sini, film ini benar-benar mencerminkan kehidupan orang-orang desa yang kebanyakan menyebut Kades itu sebagai Lurah. Lurah itu adalah Kades, sami mawon. Bener toh? Ini sepele sih tapi kalau jeli bisa jadi kelemahan film bagi yang tidak tahu.

Dalam film ini sang sutradara juga pintar sekali menghadirkan karakter yang mewakili ibu-ibu desa. Karakternya unik-unik dan benar-benar hidup. Ada Bu Tejo dengan mulut anti azabnya. Dia bicara seakan apa yang keluar dari mulutnya adalah kebenaran. Dialah biang kerok dalam film ini. Walau begitu dia tetap solutif. Dan memang terbukti. Bisa dilihat ketika dia mau kencing, akhirnya truk yang mereka tumpangi berhenti di masjid. Ternyata bukan hanya dia saja yang akhirnya turun, ibu-ibu yang lain juga ikut turun untuk kencing dan melakukan aktivitas kecil lainnya.


Selain itu dia juga yang memprovokasi ibu-ibu lainnya ketika truk mereka ditilang polisi. Dan terakhir, saat mereka tidak bisa membesuk Bu Lurah sebab Bu Lurah masih dirawat di ICU. Oleh karena kadung sudah di kota Bu Tejo mengusulkan untuk ke Pasar Beringharjo saja. Di adegan terakhir ini pula Bu Tejo bilang kalau dirinya solutif kepada Yu Ning.

Berbeda dengan Bu Tejo, Yu Ning adalah karakter yang tenang. Ia tak terprovokasi dengan cerita Bu Tejo yang menjelek-jelekkan Dian. Dia selalu membela Dian dengan mengatakan bahwa semua itu belum tentu jelas kebenarannya. Yu Ning mewakili ibu-ibu yang selalu positif thinking terhadap gosip yang menyebar. Yu Ning menjadi penengah dari semua karakter ibu-ibu yang ada.

Ada juga Yu Sam, dia adalah tipikal ibu-ibu yang ingin tahu segala hal yang ada di sekitarnya. Dialah orang pertama yang menanyakan perihal Dian ke Bu Tejo, lalu sepakat dengan cerita yang dituturkan Bu Tejo dengan bukti-bukti yang ada di Facebook. Tapi kadang dia juga sepakat dengan pembelaan yang dilontarkan Yu Ning untuk Dian. 

Selain tiga karakter di atas, ada Bu Tri, karakter ibu-ibu kompor. Bu Tri pintar sekali ngomporin Bu Tejo untuk ngomongin Dian, padahal tanpa dikomporin pun Bu Tejo sudah merepet kemana-mana.

Empat karakter di atas sangat berkaitan dan sering kita temui jika kita peka dengan kehidupan ibu-ibu di sekitar kita terutama di desa. Saya sering menemukan itu, apalagi saya memang bergabung di Tim PKK desa saya. Jadi saya tahu persis karakter-karakter di atas nyata adanya. Tipikal ibu-ibu desa banget deh.

Soal akting tak perlu diragukan lagi. Para pemainnya sangat menjiwai peran yang dimainkan terutama pemeran Bu Tejo, yang diperankan oleh Siti Fauziah. Akting Siti Fauziah berhasil sekali. Semua penonton rata-rata sangat gemas terhadap aktingnya. Dialah yang membuat film ini akhirnya trending di Twitter beberapa hari lalu.  Fotonya saja berseliweran di media sosial dengan meme yang lucu-lucu.

Padahal rupanya film ini adalah film lama. Diproduksi tahun 2018, dua tahun lalu. Film ini baru menemukan penontonnya di tahun ini. Bayangkan 4 hari diunggah di kanal YouTube Ravacana Film, sudah ditonton 5 juta penonton lebih. Fantastis sekali.

Saya sangat menyarankan agar teman-teman menonton film ini di akun YouTube resminya ya, Ravacana Film.  Kita dukung konten-konten terbaik anak negeri dengan menonton di akun resminya, biar berkah, bukan di akun re-upload yang tidak bertanggung jawab.

Film berdurasi kurang lebih 34 menit ini menyimpan pesan yang sangat kuat sekali tentang menyaring informasi yang diterima agar tidak menjadi fitnah dan hoax, terutama berita yang di dapat di media sosial. Kita juga jangan mudah terprovokasi dengan berita yang belum tentu terbukti kebenarannya. Intinya pintar-pintar memilih dan menyampaikan berita yang di dapat.

Akhirnya mengapa film ini menjadi viral dan banyak disukai orang-orang oleh karena film ini sangat related dengan kehidupan sehari-hari. Sosok dan karakter ibu-ibu yang ada di film ini sangat dekat dengan kehidupan. Pokoknya film ini mewakili sekali secuil kisah kehidupan di desa di antara banyaknya kisah yang ada.

Saya beri nilai 4,8 dari 5 untuk film ini. Tidak salah kalau film ini menerima penghargaan sebagai Film Pendek Terpilih Piala Maya 2018. Kamu penasaran? Langsung tonton saja. Dijamin pasti terhibur oleh tingkah Bu Tejo dan kawan-kawan.


Pulau Harapan, 22 Agustus 2020

Rabu, 29 Juli 2020

Tradisi Iduladha di Indonesia

Tradisi Iduladha di Indonesia
Jaka Ferikusuma
 


Iduladha sering di sebut juga dengan hari raya kurban atau hari raya haji. Disebut hari raya kurban karena iduladha merupakan momentum dalam memperingati peristiwa bersejarah yaitu pengorbanan Nabi Ibrahim untuk menyembelih anaknya sediri, Ismail atas perintah Allah.

Disebut hari raya haji karena iduladha bertepatan dengan umat Muslim dalam menunaikan rukun Islam yang ke lima, naik haji bagi yang mampu.

Di setiap negara punya tradisi masing-masing dalam merayakan iduladha. Contohnya Pakistan. Di Pakistan ada tradisi memandikan hewan kurban sebelum disembelih. Selain dimandikan hewan-hewan kurban tersebut juga akan dihias dengan bunga-bungaan. Selain itu iduladha di Pakistan sangat terasa sekali karena dirayakan selama 4 hari. Selama 4 hari semua toko harus ditutup dan menjadi hari libur nasional. Seru kan?

Bagaimana di Indonesia? Di Indonesia sendiri ada beberapa tradisi iduladha yang cukup unik. Apa saja? Berikut tradisi iduladha yang ada di Indonesia yang berhasil penulis kutip dari berbagai sumber.

1. Kaul dan Abda'u



Di timur Indonesia tepatnya di Kota Ambon, pemuka agama akan mengendong kambing yang ingin dikurbankan. Tradisi ini dinamakan Kaul dan Abda'u. Kambing biasanya akan dibawa dengan kain layaknya bayi dan diarak mengelilingi pemukiman warga, sebelum dibawa ketempat eksekusi hewan kurban. Zikir dan shalawat dikumandangkan selama perjalanan. Tradisi ini ini dilakukan setelah shalat Idula Adha dan dilakukan di daerah-daerah di Maluku Tengah.

2. Mepe Kasur



Tradisi ini dirayakan oleh warga muslim di Banyuwangi. Tradisi ini dilakukan dengan menjemur kasur rumah dan memukul-mukul kasur tersebut. Tradisi ini menjadi pengingat untuk warga tentang kebersihan kasur, agar terhindar dari penyakit dan debu. Tradisi ini dilakukan warga menjelang iduladha.

3. Grebeg Gunungan 



Tradisi satu ini dirayakan oleh warga muslim di Yogyakarta. Hampir mirip dengan tradisi Apitan, warga muslim Jogja akan mengarak hasil bumi dari halaman Keraton sampai Masjid Gede Kauman. Hal yang diarak berupa tiga buah gunungan hasil bumi Yogyakarta.

4. Manten Sapi



Saat Idul Adha, tradisi ini akan dilakukan oleh orang Pasuruan. Dalam rangka menghormati hewan kurban yang akan disembelih, warga Pasuruan akan mendandani hewan kurban terlebih dahulu. Bunga tujuh rupa dengan bermacam pernak-pernik berwarna-warni akan dikenakan ke hewan kurban sebelum diarak keliling kota.

5. Apitan



Tradisi khas dari Semarang dalam merayakan Idul Adha. Dalam tradisi ini, warga Semarang akan mengarak hasil-hasil panen dari daerahnya mengintari seluruh kota. Memakan nasi tumpeng beramai-ramai menjadi puncak acara dari tradisi ini.

Sebenarnya masih banyak lagi tradisi iduladha yang tersebar di bumi Nusantara ini. Hanya saja, banyak yang tidak terekspos secara nasional. Di desa saya saja misalnya, iduladha bukan hanya pasal menyembelih hewan kurban lalu selesai. Di desa saya perayaan iduladha sama seperti Idulfitri. Sama persis. Orang-orang tetap masak ketupat berikut opor, rendang, atau malbi sebagai  temannya. Tetap ada tradisi mengunjungi rumah-rumah tetangga. Tetap ada kue-kue. Jika ketupat habis, besoknya tuan rumah bisa membuat tekwan, model, pempek, ataupun bakso untuk dihidangkan kepada tamu yang bertandang ke rumah mereka. 

Hebatnya di desa saya, lebaran haji terjadi selama 7 hari. Jadi selama 7 hari itu kita bisa silaturahmi ke tetangga-tetamgga satu desa. Makanya di desa kami, Pulau Harapan, mau iduladha maupun idulfitri tetap sama perayaannya. Tetap meriah. Namanya juga hari raya.

Lalu bagaimana tradisi lebaran iduladha di tempatmu?



Pulau Harapan, 29 Agustus 2020

Sabtu, 11 Juli 2020

Polemik Baru Bagi Laut; Sampah Masker


Polemik Baru Bagi Laut; Sampah Masker

Jaka Ferikusuma



Sampah selalu menjadi polemik di mana saja. Kapan saja. Sampah apa saja. Seakan permasalahan sampah ini tidak pernah habis. Dan tahukah kamu sampah terbaru apa yang kini menjadi polemik dan masalah? Masker. Ya, masker. Penggunaan masker secara masif saat ini menjadi permasalahan baru dalam dunia persampahan.

Karena pengaruh Covid-19 ini, penggunaan masker sangat meningkat drastis. Setiap orang dalam setiap harinya bisa dipastikan menggunakan masker saat bepergian kemana saja. Masker sekarang sudah menjadi kebutuhan bagi setiap manusia.

Melansir dari detik.com, pada Februari lalu OceanAsia memposting puluhan foto masker medis dari pantai-pantai Hong Kong. Kondisi ini makin buruk dari hari ke harinya. Co-founder OceanAsia, Gery Stokes, mengungkapkan kekhawatirannya bahwa sampah masker ini dapat termakan oleh hewan laut dan itu menambah daftar panjang hewan laut yang mati karena makan sampah.



Tak hanya di Hongkong, Organisasi konservasi, Clean This Beach Up di Amerika Serikat juga mengecam sampah  masker dan sarung tangan yang berakhir sampai ke lautan. Warna-warna cerah sarung tangan lateks dan masker sering disalah artikan oleh binatang-binatang laut seperti kura-kura, burung laut, dan binatang lainnya sebagai makanan. Ini menjadi masalah  serius bagi kesehatan binatang-binatang tersebut.

Sebelum pandemi Covid-19 ini mewabah di seluruh dunia, banyak aktivis lingkungan dari seluruh dunia sudah memperingatkan terkait ancaman pada kehidupan laut akibat dari meroketnya penggunaan plastik di seluruh dunia. Badan lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan bahwa 13 juta ton sampah plastik yang masuk ke laut setiap tahunnya. Ditambah dengan kondisi pandemi saat ini, penggunaan masker sekali pakai menambah daftar panjang persoalan tersebut.

Di Prancis sendiri, melansir dari suara.com, telah memesan 2 milyar masker medis sekali pakai dalam masa pandemi Covid-19 ini. Menurut Laurent Lombart dari Operation mer Propre, mengetahui hal itu kita akan segera dihadapkan pada keadaan lebih banyak sampah masker dibanding ubur-ubur di lautan.

Bagaimana dengan di Indonesia sendiri?

Mengutip dari Kumparan.com, menuju era new normal, tentu pemakaian alat pelindung diri (APD) akan semakin meningkat. Sebagaimana tercantum dalam protokol kesehatan di seluruh negara, masker termasuk benda wajib dalam upaya pencegahan penularan COVID-19, penyakit yang disebabkan virus corona SAR-CoV-2.

Tetapi, regulasi pengelolaan sampah medis masih belum dibarengi sanksi penegakan hukum yang ketat. Imbasnya, sampah masker dan sarung tangan lateks tersebar di lautan, pantai, termasuk selokan air. Sejumlah organisasi lingkungan menyuarakan keprihatinan mereka atas kondisi ini.


Sampah yang membanjiri lautan tersebut biasanya terdiri dari masker wajah sekali pakai, sarung tangan lateks, botol bekas hand sanitizer, dan barang-barang APD yang tidak dapat didaur ulang.

Memang belum ada data resmi terkait sampah masker yang ada di Indonesia. Tapi setidaknya, hal ini tidak bisa dianggap remeh, apalagi mengingat tingkat kesadaran orang Indonesia terhadap masalah sampah sangat rendah sekali. Sampah plastik saja masih bertebaran di mana-mana, baik darat maupun lautan. Ada baiknya, agar laut dan pantai kita tidak tercemar sampah masker dan APD lainnya, maka bisa kita mulai dari diri kita sendiri terlebih dahulu untuk membuang sampah bekas masker yang kita pakai pada tempatnya untuk terjaganya laut kita agar senantiasa biru.


(Dikutip dari detik.com, suara.com, dan kumparan.com)


Pulau Harapan, 11 Juli 2020

#WAGFLPSumselMenulis
#lampauibatasmu

Artikel ini ditulis sebagai tugas dan dalam rangka Hari Kelautan Nasional yang jatuh pada tanggal 2 Juli setiap tahunnya.

Kamis, 11 Juni 2020

SEBLAK AMBYAR


Resep Masakan

SEBLAK AMBYAR


Seblak mulai booming di tahun 2017. Makanan berciri khas pedas ini berasal dari Bandung yang awalnya merupakan produk gagal. Siapa sangka seblak kini menjadi makanan favorit banyak orang terutama anak muda. Seblak juga kini menjadi bisnis yang menjanjikan. Malah berbagai cafe kekinian menyediakan menu seblak sebagai andalan.

Seblak makin ke sini makin bervariasi menunya. Kalau dulu seblak hanya menggunakan dengan toping sosis, sekarang bisa tambah ceker ayam, otak-otak, mie, dan lain-lain sesuai selera. Sayur yang digunakan pun beragam, juga sesuai selera.

Saya dan teman-teman pun sering bikin Seblak sendiri dibanding harus beli. Sebab dengan dana hanya 35k kita sudah bisa buat seblak untuk jumlah besar.  Kali ini saya akan membagikan resep seblak ala kami yang sering kami bikin dengan bahan seadanya di dapur. Sengaja buat nama Seblak Ambyar biar kekinian. Dan memang setelah mencicipi seblak buatan kami perasaan pun menjadi ambyar karena pedasnya yang nampol. 😆


Bahan-bahan :


* Kerupuk/kemplang 1/2 kilo (untuk 7-10 porsi)
* Telur 3 butir
* Cabe Merah, sesuai selera
* Cabe Rawit, sesuai selera tergantung level kepedasan yang dimau.
* Sosis yang sudah dipotong-potong (Bisa menggunakan bakso)
* Mie 3 Keping
* Kubis, sesuai selera (bisa menggunakan sawi)
* Bawang Merah 10 siung
* Bawang Putih 10 siung
* Kencur 5 ruas
* Gula 2 sendok makan
* Garam secukupnya
* Penyedap rasa secukupnya.
* Air secukupnya
* Minyak goreng secukupnya
* Bawang goreng sebagai pelengkap


Cara Membuat :

1. Haluskan / blender cabe merah, cabe rawit, bawang merah, bawang putih, dan kencur.

2. Tumis bumbu yang sudah dihaluskan tersebut dengan mengunakan minyak goreng. Aduk sampai merata.


3. Tambahkan telur ke dalam tumisan bumbu lalu aduk lagi hingga merata.

4. Tambahkan air secukupnya sesuai selera, jika ingin seblak kering cukup menambahkan air sedikit saja, sebaliknya jika ingin seblak basah/kuah tambahkan air lumayan banyak. Aduk hingga bumbu merata dengan air dan berwarna kemerahan.

5. Masukan kerupuk atau kemplang. Diamkan sejenak hingga kerupuk nampak lembut.

6. Tambahkan sosis, mie, dan kubis sambil tetap diaduk.


7. Masukkan garam, gula, dan penyedap rasa dan terus diaduk hingga mendidih dan masak.

8. Seblak siap di sajikan di dalam mangkuk. Taburkan bawang goreng jika suka.


Selamat mencoba dan berkreasi. Jika suka ceker bisa tambahkan ceker. Sebelumnya ceker direbus terlebih dahulu biar tidak terlalu lama menunggu masaknya dan agar tekstur cekernya lebih lembut. Masukkan ceker bersamaan dengan kerupuk atau kemplangnya biar bumbu seblaknya meresap ke dalam ceker.  Sedang untuk sosis dapat menggunakan sosis apa saja sesuai keinginan.


Cerita di Balik Layar

Tim Sukses Seblak Ambyar
Meisa, Meida, Riski, Oji, Andre, dan Relly

Terima kasih kepada adik-adikku yang sudah membantu proses memasak seblak kali ini. Bantu memblender bumbu, mengupas bawang dan cabe, mengiris sosis hingga tipis-tipis biar kelihatan banyak, memotong kubis, dan menyalakan kompor gas. Terima kasih juga sudah menjepret proses memasak kali ini, bantu masukin bahan-bahan ke dalam kuali, dan bantu ngasih saran ini itu untuk proses pembuatan seblak ini.

Maaf kalau selama proses pembuatan seblak ini saya ngoceh tiada henti, bawelnya minta ampun, banyak maunya, berkali-kali ambil foto, mau videoin tapi tidak jadi. Tanpa kalian apalah jadinya seblak ini.

Terima kasih untuk Meisa yang sudah mengoreksi penulisan bahan-bahan dan cara membuatnya. Ngeri salah tulis atau ada yang tertinggal, euy!

Terima kasih juga kepada Mang Lek alias Relly Arbiansyah yang dapurnya selalu kita jadikan eksperimen masakan kita.

Riski Meilani, tengkyu sumbangan sosisnya. Harusnya beli bakso bakar yang ditusuk itu kan?

Oji Saputra, terima kasih sudah bantu 10k untuk beli kerupuknya.

Meida, terima kasih sudah mengupas cabe dan mengiris kubis sampai tipis-tipis.

Khusus untuk Andre Pratama, yang sudah bantu dari awal sampai seblaknya siap makan, pas mau dimakan baru sadar kalau dia puasa Syawal. Mana sebelumnya saya sempat-sempatnya makan keripik Malaysia dan minum es di depan dia. Nawarin pula. Ditambah bau seblaknya menguar ke mana-mana, sangat menggoda selera. Maafkan untuk khilaf yang ini.

Intinya, terima kasih untuk kerempongan hari itu. Mudah-mudahan kita terus bahagia sebahagia ketika makan seblak.


Pulau Harapan, 10 - 12 Juni 2020


#WAGFLPSumselMenulis
#LampauiBatasmu
#FLPSumsel
#FLPoke

Minggu, 17 Mei 2020

Perbanyak Ibadah dan Perpanjang Doa di Bulan Ramadhan


Perbanyak Ibadah dan Perpanjang Doa di Bulan Ramadhan
Jaka Ferikusuma


Ramadhan adalah bulan suci yang kehadirannya sangat dinanti-nantikan oleh umat muslim di seluruh dunia. Bagi saya, ramadhan adalah bulan cinta. Hari-hari di bulan ramadhan adalah hari cinta. Betapa bulan ramadhan sangat istimewa.

Di bulan penuh berkah ini pun umat muslim berbondong-bondong untuk melakukan kebaikan. Banyak yang saling fastabiqul khoirot, berlomba-lomba dalam kebaikan. Si Fulan, ingin lebih banyak sedekahnya dari si Fulan satunya. Fulan ini ingin lebih banyak mengajinya dari Fulan yang itu. Si Syahid ingin beribadah lebih rajin dan khusuk dari si Hakim. Begitu seterusnya. Tidak ada yang salah. Boleh saja dilakukan. Asal kembali niatnya karena mengharap ridha Allah semata.

Di bulan puasa ini tentu ibadah sangat digiatkan dibanding dengan pada bulan-bulan sebelumnya. Sebab pahala ibadah di bulan ramadhan ini dilipat gandakan oleh Allah bahkan sampai 700 kali lipat sebagaimana hadits nabi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Rasulullah SAW, bersabda: 

“Setiap tindakan yang dilakukan anak Adam akan dilipat gandakan, tindakan yang baik akan dilipat gandakan pahalanya hingga 700 kali. Allah SWT, berfirman: "Dengan syarat berpuasa yang dilakukan karena Aku (Allah) maka Aku akan memberinya pahala. Karena mereka meninggalkan keinginannya demi Aku.” Ada dua kebahagiaan bagi orang berpuasa, pertama ketika dia berbuka, dan yang lain ketika dia bertemu Tuhannya, dan bau mulut orang berpuasa lebih baik di hadapan Allah daripada aroma minyak misk.” (HR. Bukhari)

Masya Allah. Sangat banyak sekali kebahagian yang bisa kita dapat selama bulan ramadhan ini. Selain memperbanyak ibadah, di bulan ramadhan ini hendaknya kita juga memperpanjang doa kita. Ramadhan adalah waktu terkabulnya doa sebagaimana dikuatkan dengan hadits dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ لِلّهِ فِى كُلِّ يَوْمٍ عِتْقَاءَ مِنَ النَّارِ فِى شَهْرِ رَمَضَانَ ,وَإِنَّ لِكُلِّ مُدَعْوَةً يَدْعُوْ بِهَا فَيَسْتَجِيْبُ لَهُ

”Sesungguhnya Allah membebaskan beberapa orang dari api neraka pada setiap hari di bulan Ramadhan,dan setiap muslim apabila dia memanjatkan doa maka pasti dikabulkan.” (HR. Al Bazaar. Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid 10: 14) mengatakan bahwa perowinya tsiqah -terpercaya-. Lihat Jaami’ul Ahadits, 9: 224)

Doa adalah senjata bagi orang yang beriman. Mengapa demikian?
Diibaratkan seseorang ketika ingin mempertahankan diri dari serangan musuh maka dia akan membutuhkan senjata. Seperti halnya seorang mukmin, ketika dia ingin sesuatu maka dia butuh ‘senjata’ dengan berdoa kepada Allah.

Maka jangan segan untuk berdoa kepada Allah. Doa apa saja. Mohon ampunan atas segala khilaf selama ini. Juga minta diampunkan dosa ayah ibu kita. Silakan manfaatkan momentum ramadhan ini untuk berdoa yang terbaik. Kita juga bisa perbanyak berdoa supaya wabah pandemik Covid-19 ini segera berlalu biar bumi kita kembali tersenyum.

Kalau saya tidak terlalu muluk-muluk untuk berdoa pada ramadhan tahun ini, mudah-mudahan tahun ini saya segera menikah dengan jodoh yang telah Allah tetapkan untuk saya. Jodoh yang baik dan kami saling membimbing dalam mengarungi bahtera rumah tangga sakinah mawaddah. Aamiin.

Yuk, mulai sekarang kita perbanyak ibadah kita dan kita perpanjang doa kita apalagi ini sudah masuk 10 malam terakhir. Mudah-mudahan puasa dan ibadah kita di bulan ramadhan ini menjadi berkah dan kita berkesempatan untuk berjumpa lagi dengan ramadhan yang lebih baik di tahun berikutnya.


Pulau Harapan, 17 Mei 2020

#WAGFLPSumselMenulis
#lampauibatasmu

Rabu, 06 Mei 2020

Rudi : Izinkan Saya Dewasa Sebelum Waktu


Rudi : Izinkan Saya Dewasa Sebelum Waktunya

(Ulasan novel Ayah, Aku Rindu karya S. Gegge Mappangewa)
Jaka Ferikusuma



Judul : Ayah, Aku Rindu
Penulis : S. Gegge Mappangewa
Penerbit : Indiva Media Kreasi
Cetakan : I (Satu)
Tahun Terbit : Maret 2020


Saya tetap mengecap penulis favorit saya satu ini dengan penulis tega. Beliau telah berhasil membikin mood saya berantakan puasa ini. Seandainya menangis bikin puasa jadi batal, saya pastikan saya akan meminta pertanggungjawaban kepadanya. Saya menangis sejadi-jadinya selesai membaca novelnya yang berjudul Ayah, Aku Rindu.

Penulisnya sudah bilang ke saya, di novel terbarunya setidaknya bisa mengobati kelukaan saya terhadap nasib Tungke di Sayat-sayat Sunyi. Ia menjamin nasib Rudi di novel Ayah, Aku Rindu tidak akan sama seperti Tungke. Ya, benar tidak sama. Tapi saya tetap menangis tersedu-sedu usai membacanya. Seakan-akan saya ada di posisi Rudi.

Adalah Rudi, remaja kelas XII SMA itu harus menanggung beban hidup yang cukup berat untuk anak seusianya. Ia harus merelakan kepergian ibunya selama-lamanya. Belum kering air mata karena ditinggal ibu, ia juga harus kehilangan sosok ayah yang sangat ia cintai. Ayah yang ia harap menjadi tumpuan hidupnya setelah kepergian ibu. Ayahnya menjadi stress dan mengalami gangguan kejiwaan akibat kematian ibunya. Rudi harus menanggung semua itu. Ia terluka saat melihat ayahnya harus dipasung agar tak melukai orang lain. Cukup pak Sadli yang menjadi korban ayahnya. Belum lagi ayahnya mengaku sebagai La Paggala atau yang orang Bugis kenal sebagai Nenek Mallomo.

Rudi dipaksa dewasa untuk menghadapi permasalahannya. Beruntung masih banyak orang yang sayang dengannya. Ada pak Sadli, gurunya yang menjadi idola hampir semua siswa. Faisal dan Ahmadi yang menjadi teman karibnya. Setidaknya mereka berhasil mengalihkan kerinduan Rudi pada ayahnya yang akhirnya di rawat di rumah sakit di Makassar.

Novel yang menjadi pemenang 1 lomba menulis novel remaja yang diadakan Indiva ini memang sangat sarat akan pesan moral. Selain itu kita akan belajar banyak tentang kebudayaan lokal Bugis di sana. Penulis pintar sekali menyelipkan tema kearifan lokal ke dalam novel ini.

Balik lagi ke kisah Rudi, saya merasa kasihan sekali dengannya. Beban yang ia tanggung sudah cukup berat untuk anak seusianya. Ditambah pula kenyataan-kenyataan tentang ayahnya yang bikin Rudi semakin terpuruk pada akhirnya. Untungnya semua kejadian itu membikin Rudi semakin dewasa setiap waktunya. Saya merasa telah dipermainkan oleh penulis akan nasib Rudi. Oke, saya memang benar menebak ending kisah ini. Tapi ketika memang seperti itu kenyataannya saya serupa Rudi yang juga sulit menerima kenyataan. Semacam saya tidak ikhlas jika Rudi bernasib seperti itu. Saya menahan marah. Emosi. Lalu akhirnya pecah ketika benar-benar berada di epilog. Ada sekitar 10 menit saya menangis usai membaca novel pertama Indiva untuk lini Gen Z-nya ini.

Banyak anak-anak seperti Rudi di luar sana sebenarnya. Mungkin dengan beban derita hidup yang lebih. Tapi cukup, cukup kisah Rudi yang bikin saya meleleh. Daeng Gegge memang pandai meremukkan hati saya dengan setiap ceritanya dari sejak dahulu kala. Masya Allah. Bintang 4,5 untuk novel ini dari 5 bintang.


Pulau Harapan, 06 Mei 2020

Kamis, 30 April 2020

Cari Aku di Neraka


Cari Aku di Neraka
Untuk Kandri

Jaka Ferikusuma


Pertamanya punya adik angkat (saya tidak suka istilah ini sebenarnya. Kalau adik ya sudah adik saja.) ya dia ini orangnya. Dialah orang pertama yang saya anggap seperti adik kandung sendiri. Saat itu saya kuliah semester 1 dan dia kelas 2 SMA tahun 2006. Jangan ditanya mengapa kami bisa kenal? Tidak ada yang mengenalkan kami. Tidak ada orang yang menjadi perantara kami bisa kenal. Allah saja yang menggerakkan kami untuk saling kenal.

Awal kenal versi saya adalah dia pertama kali SMS saya. Jaman dulu belum ada aplikasi chatting. SMS dan nelpon jadi andalan. Lumayan panjang isi SMS nya waktu itu. Tapi singkatnya kira-kira begini :

"Assalamualaikum. Afwan, ana tahu antum orang baik. Ini siapa ya? Ana hanya ingin tahu saja antum siapa. Tidak baik jika harus mengerjai saudaranya sesama muslim."

Saya kaget dong. Ini siapa? Bahasanya ana antum pula. Ini teman di dusun tidak mungkin. Karena saat itu saya sedang mau yasinan di rumah teman maka SMS itu saya abaikan sejenak. Saya juga yakin orang yang SMS ini pasti orang baik. Saya ingat betul akhirnya lepas isya saya balas SMS itu.

"Waalaikumussalam. Ane yakin antum juga orang baik. Tapi afwan sebelumnya, ane benaran tidak tahu siapa antum? Kok tiba-tiba SMS seperti ini."

Akhirnya kita saling berbalas pesan SMS. Dia ngotot, kekeuh, bilang saya yang SMS duluan makanya akhirnya dia SMS seperti itu. Saya juga beberapa kali misscall nomornya, katanya. Saya bingung. Saya sampai ngecek riwayat panggilan dan tidak ada nomornya itu. Aneh. Dan bermula dari sanalah kedekatan kami terjadi. Bersyukur. Sampai detik ini saya sangat bersyukur bisa mengenalnya.

Seminggu kemudian kita janjian bertemu. Saya ingat betul tempat pertama kita saling tatap muka. Ketika tangan kami terikat salam. Ketika untuk pertama kali saya melihat senyum sumringahnya. Di depan SMA Negeri 10 Palembang, sekolahnya. Dia alumni sana. Itu tempat bersejarah sekali. Saya kalau lewat situ rasanya bahagia sekali padahal cuma trotoar.

Berbagai kisah kami jalin. Kami masih sama-sama labil ketika itu. Saya masih suka emosian. Ego saya kadang terlalu tinggi. Eh, sampai hari ini dia masih menganggap saya keras kepala. Tidak hanya sekali kami beradu argumen sampai debat. Beberapa kali malah berujung pertengkaran. Tidak saling tegur beberapa bulan lamanya. Lalu berbaikan tanpa alasan.

"Kak, kita kemarin bertengkar karena apa ya?"

"Entahlah. Kakak juga sudah lupa."

Lalu kami tertawa bersama. Kejadian seperti ini sering terjadi. Bahkan pernah lebih dari setahun tidak saling kontak. Aneh ya. Tapi walau begitu saya selalu mendoakan yang terbaik untuknya setiap shalat.

Begitulah kami. Kadang tertawa kadang bertengkar. Saya sudah terbiasa dengan kondisi seperti ini. Harusnya saya sebagai kakak mengalah untuk dia waktu itu. Dia kan adik, saya kakak. Ini tidak, malah tidak mau mengalah sama sekali. Kakak macam apa saya ini? Haha.... Wajar kalau saya dia anggap keras kepala.

Saya dan dia itu sudah merasakan banyak konflik. Sekarang mah kalau dia ngomel-ngomel saya ketawa saja. Mana sedikitpun tersinggung. Bukannya itu tanda dia peduli sama saya ya?

Beberapa teman saya ada yang kenal dengannya. Sengaja saya kenalkan sebab saya juga mengenal beberapa temannya di sekolah dulu. Saya sering menginap di kost-nya selama kuliah. Dia memang kost di Palembang. Aslinya dari Sukarame, Talang Ubi, Muara Enim. Sekarang sudah punya rumah sendiri di Gandus. Sudah jadi warga Palembang. Hidup bahagia bersama istri dan anaknya. Walau sekarang dia kerja di Papua sana. Alhamdulillah sampai detik ini kami masih rajin komunikasi.

Dia juga beberapa kali ikut saya pulang. Menginap di rumah. Orang di rumah tahu siapa dia. Sayang sampai hari ini saya belum mengenal kedua orang tuanya kecuali lewat foto.

Saya mengenal dia sebagai pribadi yang baik. Dia sering memotivasi saya untuk terus dekat dengan Allah dan mencintai Al-Qur'an. Di situlah dia sering ngomel-ngomel kalau kakaknya ini malas baca Qur'an dan ibadah. Baca dua isi pesannya untuk saya ini :

"Dinasehati orang lebih paham. Diingatkan selalu orang lebih tua. Dimarah takut kualat."

"Terima kasih, Kak. Semoga ini saya omel omel yang terakhir. Bantulah adikmu ini saling menguatkan dakwah ini 🙏🏿"

Terus terang saya terenyuh sekali waktu dia kirim pesan seperti itu. Aduh... Adik saya satu ini memang yang terbaik. Ingin kakaknya terus jadi orang baik. Prinsip saya dalam bersaudara adalah saling menasehati dalam kebaikan dan kesabaran. Dan dia benar-benar menerapkan itu. Saya kadang minder sama dia. Kok ya dia lebih baik imannya dibanding saya yang dari dulu gini-gini aja. Bahkan di mata saya dia makin shalih dari hari ke hari. Adakala memang sedang down, tapi dia selalu bisa melawannya. Makanya saya sangat beruntung sekali bisa mengenal dia. Bisa akrab. Bisa menjadi saudaranya.

Makin ke sini dia juga makin bijak. Duh, dibanding saya belum ada apa-apanya. Dari dulu sampai sekarang saya ya begini-begini saja. Tidak banyak berubah. Tanya saja dengan mereka yang mengenal saya.

Maka tidak salah rasanya jika suatu hari ketika saya meninggal kelak dengan membawa bekal saya yang sedikit ini, adikku, saya berharap jika kau tak temukan kakakmu ini di surga, maka cari kakakmu ini di neraka. Kakak butuh syafaatmu. Kakak berharap kau mau lakukan itu untuk kakakmu yang dhaif ini. Berharap keakraban kita ini akan terus berlanjut hingga ke akhirat. Jika pun kau tidak berkenan mencari kakakmu ini di neraka dan menjemputnya ke surga karena kakakmu ini terlalu hina untukmu, setidaknya kau doakan saja kakakmu mendapatkan keringanan atas dosa yang ia lakukan. Kakak sadar diri kok sudah terlalu banyak menyusahkanmu di dunia ini.

Kakak berharap kau terus hidup bahagia bersama keluarga kecilmu. Terus menjadi adik yang setiap saya cerita ke orang-orang adalah adik kebanggaan melebihi adik kandung sendiri. Tetap menjadi adik saya yang baik dan seperti yang kakak kenal. Tetap selalu istiqamah dalam dakwah ini. Kakakmu takkan putus mendoakanmu setiap usai shalat. Namamu akan terus ada di dalam doa kakakmu. Terima kasih telah menjadi inspirasi selama ini. Telah rela berbagi kisah dengan kakakmu yang kadang tulalit kalau diajak cerita. Maaf kalau kakakmu ini tidak seperti yang diharapkan. Tidak menjadi kakak yang baik. Tidak menjadi kakak yang menjaga dan mengayomi adiknya. Tapi setidaknya kakak sudah berusaha kok, walau ujungnya malah sering bikin kecewa adik.

Dik, cari kakak di neraka jika kau tak temukan kakak di surga-Nya Allah.


Pulau Harapan, 18 - 30 April 2020

*Butuh dua minggu untuk akhirnya selesai menulis ini. Berharap ketika menulis ini tidak ada air mata. Ditulis putus-putus, perparagraf. Awalnya berhasil. Tapi endingnya tumpah juga air mata ini.





Minggu, 26 April 2020

Sabarlah, Jodoh Akan Datang pada Waktunya


Sabarlah, Jodoh Akan Datang pada Waktunya
Jaka Ferikusuma



Judul : Ze; Pengantin Koboi
Penulis : Ifa Avianty
Penerbit : Indiva Media Kreasi
Cetakan : I (Satu)
Tahun Terbit : Januari 2020
Halaman : 192


Membaca novel karya mbak Ifa Avianty ini seperti berkaca pada diri sendiri. Tentang pencarian jodoh yang tak kunjung datang diusia yang sudah berkepala tiga. Feel-nya dapet banget. Di bab satu bahkan penulis berhasil menuliskan keresahan hati tokoh utamanya mengapa ia belum juga menemukan jodoh sedangkan teman-temannya yang lain sudah beranak pinak. Ia bahkan harus menerima ejekan dari adiknya sendiri.

"Udah galak, belagu, cerewet, tulalit, pelit pula! Pantesan gak ada yang mau sama Teteh. Kang Igi aja ngabur, merit sama cewek lain! Gue sih emang ilfil kalau sama orang model Teteh begini!"
(Hal. 16)

Jlebb banget kan! Padahal tokoh utama tidak muluk-muluk kok kriteria pasangannya. Dasar si jodoh ini saja yang tidak kunjung datang. Ini persis seperti yang dirasakan oleh kebanyakan mereka yang di cap gadis/bujang tua oleh orang sekitar. Sudah ikhtiar kok tapi kalau jodohnya belum nonggol juga, gimana?

Adalah Zerlita alias Ze, perempuan usia 30 tahun yang belum juga ketemu jodohnya sedangkan dua adiknya sudah ngebet pingin nikah. Wanita lulusan UI ini pernah ditinggal menikah oleh sahabat terbaiknya sendiri yang ia harapkan untuk jadi suaminya kelak. Duh, tiba di bagian penulis menceritakan ini ada yang sesak di dada saya. Saya teringat ucapan Rahul di film Kuch-kuch Hota Hai, Cinta adalah persahabatan. Dan itu benar sekali. Ketika ada dua lawan jenis bersahabat sangat dekat, pasti salah satu di antaranya punya perasaan cinta tapi ia pendam demi menjaga keutuhan persahabatan. Dan ini terjadi pada Ze dan Igi, sahabatnya itu.

Ze suka pada Igi dan berharap suatu saat Igi melamarnya jadi istri. Walau mereka kalau ketemu sudah macam Tom dan Jerry tapi mereka dekat sekali. Seperti kembar siam sejak mereka SMA. Orang-orang malah mikirnya mereka berdua cocok. Tapi apalah daya jodoh belum berpihak pada mereka walau Ze sudah berdoa berharap Igi adalah jodohnya sejak pertama kali mereka saling kenal.

" Tuhan, kata-Mu, tak akan ada sebuah doa pun yang Kau tolak, sebab Kau malu pada setiap hamba-Mu yang rajin memohon? Ya Allah, coba, saya tu kurang rajin apa ya? Saya bahkan berdoa biar jodoh sama si Igi sesudah sejak pertama kali dia jadi sahabat saya."
(Hal. 26)

Pada bagian ini juga, walau cuma cerita flashback Ze, kita dapat merasakan kesedihan Ze ketika ditinggal menikah oleh si Igi. Ketika Igi mohon izin menikah pada Ze. Duh.... Saya menangis di bagian ini. Apa yang dialami Ze, seperti itu adalah pengalaman saya juga. Ze tegar sekali saat mengikhlaskan Igi untuk perempuan lain.

"Nggak kok, Gi, bener. Kamu kan udah tahu saya. Takdir kita juga hanya sahabat. Mana boleh saya sedih di atas kebahagiaan kamu? Saya mendukung, Gi, penuh-penuh...."
(Hal. 32)

Tahu apa jawaban Igi untuk pernyataan Ze ini?

"... Saya senang kalau kamu lega. Artinya, saya nggak menyakiti hati kamu."
(Hal. 32)

Masya Allah, dasar lelaki tidak peka. Heran dah kenapa pada bagian ini saya kesal pada diri sendiri sebagai lelaki yang memang kadang tidak peka terhadap perasaan perempuan seakan apa yang dialami oleh perempuan ketika ia bilang mengikhlaskan kita itu artinya ia benar-benar ikhlas. Dodol, perempuan itu pintar sekali menyembunyikan perasaannya. Sadarlah wahai para lelaki. Saya seperti dicubit pada bagian ini.

Ketegaran Ze bukan sekadar hanya di situ, ia justru yang bermain piano di pernikahannya si Igi. Ia bahkan harus mengirigi Igi bernyanyi lagu cinta kenangan mereka sambil menangis di balik grand pianonya. Duh, perih sekali.

Walau bagaimana pun hidup terus berlanjut. Ze tetap menjalani hidupnya dengan tegar. Ya walaupun bayang-bayang Igi tetap datang. Saya suka sekali adegan saat Ze sedang sedih lalu teringat pada Opanya. Menceritakan apa yang terjadi dalam hidupnya pada Opanya seakan-akan Opanya masih hidup. Bahkan Ze percaya pada omongan Opanya yang bilang bahwa ia akan menikah dengan lelaki yang mengajaknya keliling Eropa dan dunia.

Cerita perjuangan Ze menemukan jodoh ini memang sangat mudah sekali ditebak endingnya. Walau begitu, dengan cara bertutur penulis yang ringan dan santai kita akan menikmati setiap cerita yang disajikan. Lalu dengan siapakah Ze akan berjodoh? Apakah Ze bisa sepenuhnya melepaskan bayangan Igi? Apakah perkataan Opa Ze akan menjadi kenyataan? Baca saja novel karya penulis favorit saya ini. Sangat cocok untuk menemani hari kalian di rumah saja di tengah wabah pandemi Covid-19 ini. Ada diskon kalau beli di Shopee.

Saya kasih bintang 4 dari 5 untuk novel yang nenghibur ini. Selamat membaca.


Pulau Punjung, 26 April 2020

Rabu, 15 April 2020

Corona, Lockdown, dan Uang Jajan


Corona, Lockdown, dan Uang Jajan
Jaka Ferikusuma


Saya tergelitik ketika sedang berbalas pesan dengan seorang adik yang pernah KKN di desa kami. Seperti ini isinya :

"Indonesia yang Corona malah duit jajan yang di lockdown😔"

Sebenarnya dampak wabah Covid-19 ini berpengaruh ke semua lapisan masyarakat. Mau yang kaya, miskin, tua, dan muda semua kena imbasnya. Dampak yang ditimbulkan pun bermacam-macam. Salah satunya terkait masalah finansial.

Masih segar dalam ingatan berita orang kaya memborong segala keperluan untuk antisipasi diri pribadi hingga menyebabkan barang menjadi langkah. Belum lagi masker, hand sanitizer, dan APD kini menjadi barang mewah dengan harga selangit. Semua itu tak bisa dihindari. Terjadi begitu saja karena kepanikan melanda negeri.

Tidak hanya di kota sebenarnya. Di desa pun merasakan hal yang sama. Contohnya, petani karet di tempat saya sangat mengeluhkan harga karet yang turun drastis hingga mencapai titik terendah. Bukan apa-apa, ternyata banyak pabrik karet yang menutup pabriknya dikarenakan mewaspadai virus Corona ini. Mereka sudah me-lockdown duluan pabriknya. Ini saja pemerintah belum menerapkan perintah lockdown. Hanya sekadar physical distancing. Apa jadinya jika lockdown benar-benar terjadi. 

Imbas ini bisa terjadi pada siapa saja. Penjual makanan atau buah-buahan banyak yang tutup sementara karena jumlah pengunjung yang mulai sepi. Ada yang mensiasati dengan berjualan daring atau online. Yang kasihan justru orang-orang yang berdagang di pasar. Pembeli sangat sepi sekali. Bahkan dibeberapa desa menutup sementara pasar kalangan setiap pekannya.

Mahasiswa dan pelajar juga kena dampaknya. Selain harus ribet dengan jadwal pelajaran atau kuliah yang serba daring dan tugas menjadi kian menumpuk, mereka juga kehilangan uang jajan seperti yang dikemukakan Virgo, yang pesannya saya tulis di atas. Padahal selama ini selalu dapat uang jajan kalau kuliah tatap muka. Sekarang karena hanya di rumah saja akhirnya uang jajan ikut-ikutan di-lockdown. Masih mending masih ada yang dikasih uang jajan buat beli kuota untuk belajar daring. Ini sudah ada WiFi di rumah. Jadi uang jajan benaran di-lockdown.

Dan saya pun merasakan hal yang sama. Gaji saya pun terancam di-lockdown karena siswa libur terus menerus. Saya guru swasta di sebuah yayasan bukan PNS atau mengajar di sekolah bonafit. Bagaimana denganmu? Apa kamu juga merasakan hal yang sama? Mari kita berdoa mudah-mudahan wabah pandemi Covid-19 ini segera berakhir dan kita bisa hidup normal seperti biasanya. Tentu dengan kehidupan yang lebih baik lagi.


Pulau Punjung, 11-13 April 2020

Kamis, 02 April 2020

Bangga yang Bersisian dengan Kecewa


Bangga yang Bersisian dengan Kecewa
Untuk Syahid Alhakim
Jaka Ferikusuma


Teman saya ada yang bilang, "Jaka, adik kamu ini banyak sekali ya." Benar, dia tidak salah. Adik saya memang banyak sekali. Adik kandung ada dua. Bukan adik kandung tapi rasa adik kandung ada beberapa. Kok ada ya bukan adik kandung tapi rasa adik kandung? Ada. Memang tidak ada ikatan darah di antara saya dengan mereka tapi ikatan emosional yang ada pada kami sangat kuat sekali dan itu bisa mengalahkan ikatan  darah. Sampai sini paham dong. Dan saya mencintai adik-adik saya semuanya.

Sudah hampir sebulan ini saya dekat sekali dengan Syahid Alhakim. Saya sudah menganggap dia seperti adik saya sendiri. Kalau suatu hari ada yang tanya tentang dia ke saya, misal, ini siapa Jaka? Saya tinggal jawab, adik. Adik kandung ya? Saya jawab lagi, Ya. Adik kandung. Dalam hati melanjutkan, tapi beda ayah dan ibu. Kok gak mirip? Memang untuk jadi saudara harus mirip dulu.

Saya bangga sekali dapat mengenalnya. Semakin ke sini rasa bangga itu kian tinggi untuknya. Dia berbeda untuk anak seumurannya. Dia dewasa. Teguh pendirian. Bisa mengambil sikap. Dan yang paling hebat, dia cerdas sekali dalam hal apapun.

Kebanggaan saya bertubi-tubi sekali untuknya. Dia gigih dalam mencapai cita-citanya. Sebagai kakak (saya tidak tahu apa dia mengangap saya kakak atau tidak?) saya sangat mendukung cita-citanya menjadi dokter. Dokter itu cita-cita saya sejak kecil tapi saat SMA langsung saya hempaskan begitu saja. Banyak hal yang membuat saya mundur menjadi dokter, salah satunya soal finansial. Maka begitu tahu dia mahasiswa kedokteran, saya mati-matian memotivasi dia untuk dan harus menjadi dokter. Biar saya makin bangga padanya. Biar cita-cita saya sejak kecil dulu menjadi nyata lewat dia. Itu saja rasanya sudah cukup. Makanya saya suka excited kalau punya teman dokter. Nah, ini dia adik sendiri.

Saya yakin dan percaya suatu hari di masa depan, dia akan gagah sekali dengan jas putih membalut tubuhnya. Orang-orang akan mengeluh-eluhkan namanya. (Saat itu terjadi saya adalah orang paling bangga nomor satu di dunia ini terhadapnya.) Ia akan menolong banyak orang lain dengan kemampuannya. Ia akan menjadi kebanggaan semua orang, terutama ayah dan ibunya. Keberadaannya akan selalu dinanti semua orang. Saya sampai seyakin itu terhadap masa depannya sebab Allah telah memberikan segalanya terhadapnya. Kecerdasan. Potensi. Kemauan. Hanya bagaimana dia memanfaatkan apa yang kini telah Allah anugrahkan untuknya itu sebaik-baiknya. Dan ketika akhirnya saya masuk di kehidupannya pun karena (sepertinya) merupakan rencana Allah untuk mengarahkan dia menuju cita-citanya. Setidaknya sampai saat ini saya masih "membimbing" dia untuk menjadi lebih baik lagi. Semampu saya.

Sebangga itukah saya terhadapnya? Ya. Bangga sekali. Tapi saya sadar sesadar-sadarnya, bahwa bersisian dengan rasa bangga ini pasti akan ada kecewa menanti di ujung sana. Satu hal yang saya selalu waspadai saat semakin hari rasa bangga itu semakin menyeruak. Saya berharap ini tidak terjadi. Pun harus terjadi saya telah menyiapkan hati saya yang lapang dan luas sekali untuk menghadapi ini.

Saya memang belum banyak mengenalnya. Saya tidak tahu dulunya dia seperti apa? Kesehariannya. Saya tidak tahu keluarganya bagaimana? Hanya tahu dia anak bungsu. Dia punya dua kakak. Tahu profesi ayah dan ibunya. Dulu dia lebih banyak hidup bersama kakek dan neneknya. Sekadarnya saja. Hanya nampak luar. Saya akui itu. Pun sebaliknya dia juga sama terhadap saya. Banyak hal yang belum ia ketahui tentang saya. Tapi saya pribadi sudah merasa bahwa kami sangat dekat. Sedekat urat nadi. Kami punya banyak persamaan yang akhirnya kami sama-sama sadar itu. (Sampai di sini saya sudah sulit menahan buliran air mata yang ingin keluar.)

Kami hanya bertukar cerita dan saling nasehat menasehati. Cerita pengalaman. Apa saja kami bahas. Saya yang mengaku dekat ini mungkin tidak lebih mengenal dia dari teman-teman kampusnya dan orang-orang di sekitarnya. Tapi yang saya syukuri, saya tahu sisi "dalam" dia yang orang lain tidak tahu sekalipun itu orang tuanya.

Jika suatu hari tiba-tiba saja kecewa itu menghampiri kisah kami, saya sudah siap dengan segala resikonya. Saya telah menyiapkan hati saya yang luas sekali. Saya menerima dengan lapang jika suatu saat harus dikecewakan olehnya. Yang saya takutkan justru ketika akhirnya dia yang kecewa terhadap saya. Saya melukai hatinya. Saya membuat dia tersinggung. Atau mungkin saya membuat dia malu dan tidak berkenan. Saya takut sekali itu terjadi. Saya takut sekali sebab saya tidak tahu dia akan seperti saya atau tidak yang bisa menerima ketika dikecewakan. Saya lebih baik dikecewakan olehnya daripada harus mengecewakannya. Sampai detik ini selalu itu yang menganggu pikiran saya. Saya tidak ingin dia kecewa terhadap saya. Mudah-mudahan saja ketika dia kecewa terhadap saya, dia mengungkapkan kekecewaannya itu dan saya bisa memperbaiki kesalahan yang saya lakukan terhadapnya. Pun tidak, saya telah siap dengan segalanya. Betapa saya terlalu melankolis dalam hal ini. Sejauh ini, kami selalu saling mengingatkan dan saling menasehati dalam kebaikan dan kesabaran. Mudah-mudahan begitu terus selamanya sehingga sesuatu yang bernama kecewa ini tidak ada dalam kisah kami. Pun ada tidak merusak ikatan yang sudah terjalin dan terbina.

Saya susah siap jika suatu saat tiba-tiba dia lupa pada saya. Dia tidak ingat lagi pada saya. Maka saya sudah siap untuk segala itu. Sebab kita tidak tahu apa yang terjadi di masa hadapan.

Jika ketika dia sudah menjadi dokter yang sukses, lalu dia tidak lagi mengenang kisah kami, dia sudah bertemu orang-orang hebat dan meninggalkan saya, melupakan mimpi-mimpi kami, maka saya akan merelakan itu terjadi. Saya tidak akan pernah menyesali apa yang sudah menjadi keputusan saya. Saya tidak akan menyesal mengaggap dia adik saya karena selamanya akan begitu. Saya sudah siap menanggung semuanya.
Jika suatu waktu dia menemukan orang yang lebih baik dari saya, menemukan orang yang bisa dia ajak bercengkerama dan ia melupakan saya, menganggap saya biasa saja, saya tetap harus menerima ini semua. Saya tidak akan pernah merasa bahwa kecewa ini membunuh dan mengubah rasa saya terhadapnya. Dia tetap adikku yang baik. Adikku yang manis yang pernah saya kenal. Saya akan tetap mencintainya dengan imanku seperti yang pernah saya tuliskan.

Jika suatu hari akhirnya dia tidak lagi menganggap saya ada. Dia telah sibuk dengan dunianya. Dia telah sibuk dengan urusannya. Saya akan ikhlas. Saya tidak akan pernah putus melangitkan doa-doa terbaik untuknya sampai kapanpun. Saya akan terus mendoakan dia dari jauh. Karena saya yakin, dia masih membutuhkan doa saya untuk kesuksesannya di masa depan.
Saya tidak peduli dianggap bodoh oleh orang sekitar karena sudah terlalu baik terhadapnya. Saya akan terus membelanya sekalipun ia salah. Sekalipun ia telah melupakan saya. Saya akan ada di garda terdepan ketika semua orang mengucilkannya. Menjauhinya. 

Jika itu semua harus terjadi saya masih tetap menganggap dia adik saya. Saya tidak akan pernah menyesali semua yang menjadi keputusan saya. Saya akan tetap bangga padanya. Berlipat-lipat walau akhirnya saya hanya bisa menatap dia dari kejauhan. Itu sudah cukup.

Saya tidak peduli jika akhirnya dia mengecewakan saya. Saya pendam itu rapat-rapat. Saya akan selalu membuat dia bahagia tanpa harus dia tahu bahwa saya sebenarnya kecewa. Saya bisa menata hati saya untuk rasa kecewa yang mendera. Betapa saya sangat menghargai setiap detik dan setiap jengkal kisah kami ini.

Syahid, adikku, untuk segala kisah yang belum seberapa ini, betapa kau telah merengut separuh perhatian di hidup kakakmu ini. Sanggup membuat kakakmu untuk terus belajar menjadi lebih baik lagi. Betapa akhirnya kau mampu membuat kakakmu ini menghidupkan kembali semangat yang sempat hilang. Karenamu kakakmu ini banyak sekali belajar untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi. Betapa kau adalah sumber inspirasi yang membuat kakakmu ini untuk terus menebar kebaikan. Terima kasih untuk kisah ini dan kisah-kisah yang terus akan kita torehkan di masa depan. Bangga bisa mengenalmu serapat ini. Mudah-mudahan persaudaraan kita hingga ke surganya Allah. Aamiin....

Sejak bertemu denganmu
Lihatlah aku telah menjadi mampu
Sejak bertemu denganmu
Telah kudapatkan segalanya
Meskipun sulit tujuan hidupku menjadi mudah
Karena kamu adalah detak dan aku jantungnya.

(Terjemah lirik lagu Tu Jo Mila Ost. Bajrangi Bhaijaan)

Pulau Harapan, 25 - 30 Maret 2020

*Ditulis dengan linangan air mata. Diedit dengan derai air mata. Betapa saya lemah sekali saat menulis kisah ini.