Minggu, 30 Mei 2021

Keberkahan Menulis

Foto : bersama teman-teman FLP saat milad 20 FLP di Jakabaring, Palembang. 


Keberkahan Menulis
Jaka Ferikusuma


Saya mulai serius menulis sejak SMA. Gara-gara "dikomporin" teman. Dia tahu saya suka baca, lalu dia bawa majalah Horison ke sekolah, dipinjamkan ke saya. Dia juga suruh saya baca-baca karyanya, lalu mengajak saya untuk melakukan hal yang sama, menulis. Dari sana saya suka menulis. Rugi saja senang membaca tapi tidak diiringi dengan menulis.

Pertama menulis memang hanya untuk konsumsi pribadi atau dibaca teman-teman. Bingung mau dikirim kemana. Paling mading sekolah. Hidup di desa membuat saya mengalami keterbatasan ketika itu.

Saya mulai ikut lomba menulis sejak kuliah. Pertama ikut lomba menulis langsung juara 2. Lomba cerpen. Dapat hadiah buku dan uang. Senang banget. Dari sana mulai serius ikut lomba lagi. Kadang menang tapi sering kalah.

Gabung di FLP membuat saya semakin rajin menulis. Bertemu teman-teman yang mempunyai hobby sama itu menyenangkan. Berbagi cerita. Berbagi pengalaman. Bertukar karya, saling kritik saran. Akhirnya memberanikan diri mengirim karya ke media. Awalnya selalu di tolak koran lokal. Lalu mencoba kirim ke majalah nasional. Sabili. Tembus. Cerpen. Lalu beberapa kali akhirnya dimuat di sana.

Itu awal-awal berkah menulis yang saya terima. Makin ke sini, saya makin banyak menerima keberkahan dalam menulis. Terbaru saya malah dapat handphone idaman dari hasil lomba menulis. Senangnya bukan main.

Tapi itu semua sebenarnya adalah bonus. Keberkahan yang saya dapati adalah ketika pembaca saya tersentuh, terenyuh dengan tulisan saya. Contoh nih, ada beberapa tulisan saya di media sosial saya yang menggugah seorang pembaca. Dia bilang, tulisan saya itu bernas dan menginspirasi. Padahal saya menulis itu karena tugas di Grup FLP Sumsel Menulis (GSM) dan sudah deadline pula.

Atau ada yang WA saya bilang, masya Allah, saya menangis membaca tulisan Kakak di blog. Itu rasanya bahagia banget. Sederhana sih tapi kena.

Saya berusaha menulis untuk kebaikan. Jadi apapun yang saya tulis adalah untuk kebaikan. Saya banyak tulisan di catatan gawai saya. Tapi saya memilih mana yang layak untuk diterbitkan di medsos dan mana yang hanya konsumsi pribadi saya. Atau saya tahan saja dulu sampai tulisan itu layak dibaca orang banyak.

Menulis juga sebenarnya adalah terapi untuk saya sendiri. Dengan menulis, apapun itu, termasuk menulis tulisan ini buat saya jadi senang. Mood jadi bagus. Hati jadi tentram. Menulis itu kaya healing bagi saya sendiri. Jadi jika ada kejadian apa hari ini yang mengesankan, jika saya tidak ingin bercerita pada siapapun maka saya akan tulis. Setelah tulisannya selesai, saya akan merasa lega.

Jadi menulis itu tidak bisa lepas dari kehidupan saya. Sehari saya biasakan untuk menulis. Apa saja. Jika sedang suntuk, mood rusak, ide tak ada, sebisa mungkin menulis hanya satu paragraf pendek. Jika keadaan sedang baik dan cerah maka dalam sekali tulis bisa sampai tiga tulisan.

Keberkahan menulis itu sebenarnya justru ada pada menulis itu sendiri. Saya bersyukur dianugrahi Allah kemampuan mengolah kata menjadi sebuah karya. Menuangkan apa yang dialami, diceritakan orang lain, dan pendapat ke dalam sebuah tulisan. Layaknya musisi yang tenang jika bermusik, atau seperti pendaki yang merasa bersatu dengan alam jika telah mencapai puncak gunung. Seperti itulah saya, akan merasa damai dan bahagia ketika sudah menulis.

Menulis adalah bagian dari hidup saya. Tidak peduli seberapa receh tulisan saya.

Pulau Harapan, 30 Mei 2021

#WAGFLPSumselMenulis
#lampauibatasmu
#menulisuntukmencerahkan
#flpoke