Selasa, 31 Maret 2020

Benar Allah Mengabulkan Doamu


Benar Allah Mengabulkan Doamu
Untuk : Firmansyah
Jaka Ferikusuma


Saya masih teringat jelas ketika menelpon Firman saat ia pulang ke rumahnya sehabis KKN di tempat kami. Saya panik saat itu karena sampai sore tidak ada kabar darinya. Ditelpon dia bilang, "Aku tu kak sebelum KKN berdoa sama Allah semoga aku dipertemukan dengan orang yang baik. Mempermudah segala urusanku selama KKN. Ternyata Allah kabulkan doaku. Aku dipertemukan dengan kakak yang baik nian. Dipertemukan dengan anak-anak Irmas. Pokoknya aku senang nian, Kak."

Aku terhenyak saat itu. Ya Allah... Allah begitu baik pada adikku ini. Selama ia KKN ia cukup 'menderita' sebenarnya. Saya dari awal kasihan melihatnya. Maka saya dekati dia. Saya ajak dia bercengkerama. Maka dari mulutnya keluarlah kisahnya. Dia tidak cerita banyak tentang hidupnya di posko. Tapi hanya dengan menatap wajah sayunya saya tahu dia menangung beban yang cukup berat. Mana dia ketua posko lagi.

Saya sering memperhatikan dia dari jauh. Saya salut dengan kesabarannya. Tidak sekalipun dia menjelek-jelekkan teman-temannya di depan saya. Saya tahu dia 'dimusuhi' dan dijauhi teman-temannya karena saya cukup sering berinteraksi dengan mereka. Saya tahu dari secuil omongan teman-temannya yang sering mempersalahkan dia sebagai ketua. Saya tahu betul, betapa dia ini sangat tidak menikmati ketika berada di posko.

Saya akhirnya membantu dia dari belakang. Menyokong setiap apa yang ingin dia lakukan. Saya membantu dia sebisanya. Bahkan ketika teman-teman Irmas sedikit kesal dengan lambatnya cara mereka bekerja saya selalu mengatakan. Tolong bantu mereka demi adik saya, Firman. Dan ketika saya ada kegiatan di Lampung, saya tetap memantau dari jauh. Sebelum pergi saya bilang, tolong bantu adik saya Firman. Betapa saya sudah menganggap dia seperti adik saya sendiri.

Usai KKN maka usai pula persaudaraan kami. Tidak bisa dibilang begitu juga sebenarnya, kami masih sempat komunikasi lewat WA beberapa minggu setelahnya. Sekadar bertanya kabar. Setelah itu keadaan memburuk. Pernah bahkan pesan saya cuma dibaca saja tanpa ada balasan. Saya paham sekarang mengapa itu terjadi. Berkat doa nya sendiri sih.

Lalu ada omongan orang tentang mahasiswa KKN, bahwa setelah selesai KKN di tempat kita selesai pula silaturahminya. Saya tidak percaya ini sebenarnya. Beberapa kali ada mahasiswa KKN di tempat kami dan kebetulan cukup akrab dengan kami, tidak pernah sekalipun kami lepas kontak. Bahkan kalau lewat desa kami mereka selalu sempatkan untuk mampir. Apalagi kalau mahasiswa itu dekat dengan saya. Tapi berkaca dari kisah saya dan Firman ini, semua seakan benar. Saya pun akhirnya mengakuinya. Kisah kami berakhir setelah KKN mereka berakhir.

Apa saya kecewa? Tentu saja. Tapi saya tidak akan pernah menyesali apa yang sudah menjadi keputusan saya. Saya tidak akan pernah menyesal mengaggap Firman sebagai adik saya. Saya tidak akan pernah menyesal telah bertemu dengan Firman. Justru saya sangat mensyukuri itu. Saya banyak belajar dari secuil kisah ini.
Pun saya rasa, Firman pasti mempunyai alasan tersendiri mengapa akhirnya ia memutuskan untuk tidak peduli lagi pada kedekatan kami selama dia KKN? Alasan yang dia sendiri yang tahu. Saya tak berani menerka. Biarlah. Biarlah dia sendiri yang tahu jawabnya. Saya tak butuh alasannya itu.

Saya tidak mengapa diledek oleh teman-teman yang lain karena sudah 'bodoh' terlalu baik padanya. Toh, saya tidak menyesal sama sekali telah mengenalnya. Cukup disenyumi saja. Saya masih bangga kok pada Firman. Tenang saja.

Saya juga akan terus melangitkan doa-doa untuknya seperti yang telah saya lakukan. Mudah-mudahan Allah mempermudah setiap urusannya. Mudah-mudahan Allah mengabulkan cita-citanya. Mengabulkan segala keinginannya. Saya percaya dia akan menjadi orang yang sukses suatu hari nanti. Ketika itu terjadi maka sayalah orang yang paling bangga saat itu padanya. Yah... walaupun akhirnya dia tidak mengenal saya lagi. Saya terima.

Dan Allah benar-benar baik pada Firman. Allah benar-benar mengabulkan doanya. Bukankah dia berdoa semoga KKN nanti dia bertemu dengan orang baik. Maka, Allah mengirimkan saya untuknya sebagai pengabul doanya. Dia berdoa hanya selama KKN saja. Dia tidak berdoa pada Allah mudah-mudahan orang baik itu terus ada untuknya. Maka Allah pun membatasinya hanya selama ia KKN saja. Saya memahami itu. Semudah itu, makanya ketika akhirnya saya tidak lagi akrab dengannya setelah KKN ini saya biasa saja. Sebab doanya memang hanya sebatas KKN saja. Ia tidak menginginkan lebih. Cukup. Ya sudah, saya sabar saja. Makanya ketika berdoa berdoalah sekomplit mungkin biar Allah mengabulkannya secara tuntas juga tidak setengah-setengah. Kini saya yang berdoa, mudah-mudahan Allah memperpanjang silaturahmi kami hingga ke surga-Nya. Aamiin....

Firman, dimana saja kau berada kini, harapan saya mudah-mudahan persaudaraan dan silaturahmi kita tidak pernah terputus. Kau tetap akan menjadi adikku yang baik dan manis. Tetap menjadi Firman yang pernah kukenal. Mudah-mudahan Allah mempermudah setiap langkahmu. Mudah-mudahan Allah mengabulkan segala keinginanmu. Mudah-mudahan terus sehat. Mudah-mudahan Allah memberkahi setiap apa yang kau lakukan. Aku menyayangimu karena Allah dan imanku. Ingat, kakakmu selalu ada untukmu walau dari jauh. Terima kasih untuk kisah singkat kita ini. Maaf kalau kakakmu terlalu banyak salah padamu. Terus bahagia yaaaa....

*Kakak masih punya hutang untuk mentraktirmu ya....

"Bertemu dan berpisah", rasanya jauh lebih nyaman kalau dibandingkan dengan "datang dan hilang".
(Marchella EP dalam buku Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini)


Pulau Harapan, 31 Maret 2020

Minggu, 15 Maret 2020

Kota, Kenangan, dan Kisah Kita yang Sama Kepada Syahid Al Hakim


Kota, Kenangan, dan Kisah Kita yang Sama
Kepada Syahid Alhakim


Beranjak dari titik kilometer tiga dua aku menunaikan rindu menujumu. Di gerbang rumah sakit kau menjemputku dengan senyum batu, lalu kita berkeliling kota.

Melewati Ampera kita seksama memandang aliran Musi. Banyak rahasia yang sebenarnya ingin kubagi padamu. Lidah keluh. Aku membisik dalam hati berharap kau tahu tanpa harus permisi. Bukankah kita satu hati. Bibir kita justru bercerita tentang mau makan apa? Aku tertawa lucu di belakangmu.

Aku menoleh sekilas ke arah Benteng Kuto Besak. Matamu awas ke depan. Sesekali mata kita menatap pucuk Monpera. Kisah kita berlanjut. Kau tahu ke mana harus menuju.

Masjid Agung, pikirku.

Rupanya hari ini kita berbeda. Kau malah belok ke arah tenun songket. Jalanmu makin cepat

"Kak, biar jalan kita mulus, hidup perlu stimulus."

Kau memang pandai membaca isyarat. Aku kau sesatkan pada jalan kenangan membuncah haru, hampir menangis. Di jalan ini ada romansa gerimis hari Kamis. Kau tak pernah tahu, tapi langkahmu tegas menyusuri setiap nafasnya.

Lalu kita singgah sekadar mengisi perut lapar. Kau pesan ayam saos pedas sementara aku nila bakar. Di sela kunyahan, kisah mengakar. Kita bicara tentang rindu. Tubuh membiru karena sembilu. Aku membagi cemburu. Kau malu seperti ada racun yang serupa bumbu membaluri kalbu. Tanpa sadar akhirnya kita sembahyang di ujung waktu. Aku malu. Kau ragu. Tapi Tuhan tahu kita sibuk dengan rindu.

Pulang ke rumah, kau mengantarku dengan lusinan hadiah. Aku melepasmu dengan rasa cemas meraba-raba.

"Dik, terima kasih untuk hari ini. Hati-hati."

Dari jauh kudengar kau tertawa. "Masih ada tersisa sedikit, Kak."

Kau telah sampai di rumah dan aku gugu dalam bangga.


Pulau Harapan, 15 Maret 2020

#WAGFLPSumselMenulis
#FLPSumselMengispirasi
#tugaspuisi
#puisiperjalanan