Minggu, 17 Mei 2020

Perbanyak Ibadah dan Perpanjang Doa di Bulan Ramadhan


Perbanyak Ibadah dan Perpanjang Doa di Bulan Ramadhan
Jaka Ferikusuma


Ramadhan adalah bulan suci yang kehadirannya sangat dinanti-nantikan oleh umat muslim di seluruh dunia. Bagi saya, ramadhan adalah bulan cinta. Hari-hari di bulan ramadhan adalah hari cinta. Betapa bulan ramadhan sangat istimewa.

Di bulan penuh berkah ini pun umat muslim berbondong-bondong untuk melakukan kebaikan. Banyak yang saling fastabiqul khoirot, berlomba-lomba dalam kebaikan. Si Fulan, ingin lebih banyak sedekahnya dari si Fulan satunya. Fulan ini ingin lebih banyak mengajinya dari Fulan yang itu. Si Syahid ingin beribadah lebih rajin dan khusuk dari si Hakim. Begitu seterusnya. Tidak ada yang salah. Boleh saja dilakukan. Asal kembali niatnya karena mengharap ridha Allah semata.

Di bulan puasa ini tentu ibadah sangat digiatkan dibanding dengan pada bulan-bulan sebelumnya. Sebab pahala ibadah di bulan ramadhan ini dilipat gandakan oleh Allah bahkan sampai 700 kali lipat sebagaimana hadits nabi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Rasulullah SAW, bersabda: 

“Setiap tindakan yang dilakukan anak Adam akan dilipat gandakan, tindakan yang baik akan dilipat gandakan pahalanya hingga 700 kali. Allah SWT, berfirman: "Dengan syarat berpuasa yang dilakukan karena Aku (Allah) maka Aku akan memberinya pahala. Karena mereka meninggalkan keinginannya demi Aku.” Ada dua kebahagiaan bagi orang berpuasa, pertama ketika dia berbuka, dan yang lain ketika dia bertemu Tuhannya, dan bau mulut orang berpuasa lebih baik di hadapan Allah daripada aroma minyak misk.” (HR. Bukhari)

Masya Allah. Sangat banyak sekali kebahagian yang bisa kita dapat selama bulan ramadhan ini. Selain memperbanyak ibadah, di bulan ramadhan ini hendaknya kita juga memperpanjang doa kita. Ramadhan adalah waktu terkabulnya doa sebagaimana dikuatkan dengan hadits dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ لِلّهِ فِى كُلِّ يَوْمٍ عِتْقَاءَ مِنَ النَّارِ فِى شَهْرِ رَمَضَانَ ,وَإِنَّ لِكُلِّ مُدَعْوَةً يَدْعُوْ بِهَا فَيَسْتَجِيْبُ لَهُ

”Sesungguhnya Allah membebaskan beberapa orang dari api neraka pada setiap hari di bulan Ramadhan,dan setiap muslim apabila dia memanjatkan doa maka pasti dikabulkan.” (HR. Al Bazaar. Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid 10: 14) mengatakan bahwa perowinya tsiqah -terpercaya-. Lihat Jaami’ul Ahadits, 9: 224)

Doa adalah senjata bagi orang yang beriman. Mengapa demikian?
Diibaratkan seseorang ketika ingin mempertahankan diri dari serangan musuh maka dia akan membutuhkan senjata. Seperti halnya seorang mukmin, ketika dia ingin sesuatu maka dia butuh ‘senjata’ dengan berdoa kepada Allah.

Maka jangan segan untuk berdoa kepada Allah. Doa apa saja. Mohon ampunan atas segala khilaf selama ini. Juga minta diampunkan dosa ayah ibu kita. Silakan manfaatkan momentum ramadhan ini untuk berdoa yang terbaik. Kita juga bisa perbanyak berdoa supaya wabah pandemik Covid-19 ini segera berlalu biar bumi kita kembali tersenyum.

Kalau saya tidak terlalu muluk-muluk untuk berdoa pada ramadhan tahun ini, mudah-mudahan tahun ini saya segera menikah dengan jodoh yang telah Allah tetapkan untuk saya. Jodoh yang baik dan kami saling membimbing dalam mengarungi bahtera rumah tangga sakinah mawaddah. Aamiin.

Yuk, mulai sekarang kita perbanyak ibadah kita dan kita perpanjang doa kita apalagi ini sudah masuk 10 malam terakhir. Mudah-mudahan puasa dan ibadah kita di bulan ramadhan ini menjadi berkah dan kita berkesempatan untuk berjumpa lagi dengan ramadhan yang lebih baik di tahun berikutnya.


Pulau Harapan, 17 Mei 2020

#WAGFLPSumselMenulis
#lampauibatasmu

Rabu, 06 Mei 2020

Rudi : Izinkan Saya Dewasa Sebelum Waktu


Rudi : Izinkan Saya Dewasa Sebelum Waktunya

(Ulasan novel Ayah, Aku Rindu karya S. Gegge Mappangewa)
Jaka Ferikusuma



Judul : Ayah, Aku Rindu
Penulis : S. Gegge Mappangewa
Penerbit : Indiva Media Kreasi
Cetakan : I (Satu)
Tahun Terbit : Maret 2020


Saya tetap mengecap penulis favorit saya satu ini dengan penulis tega. Beliau telah berhasil membikin mood saya berantakan puasa ini. Seandainya menangis bikin puasa jadi batal, saya pastikan saya akan meminta pertanggungjawaban kepadanya. Saya menangis sejadi-jadinya selesai membaca novelnya yang berjudul Ayah, Aku Rindu.

Penulisnya sudah bilang ke saya, di novel terbarunya setidaknya bisa mengobati kelukaan saya terhadap nasib Tungke di Sayat-sayat Sunyi. Ia menjamin nasib Rudi di novel Ayah, Aku Rindu tidak akan sama seperti Tungke. Ya, benar tidak sama. Tapi saya tetap menangis tersedu-sedu usai membacanya. Seakan-akan saya ada di posisi Rudi.

Adalah Rudi, remaja kelas XII SMA itu harus menanggung beban hidup yang cukup berat untuk anak seusianya. Ia harus merelakan kepergian ibunya selama-lamanya. Belum kering air mata karena ditinggal ibu, ia juga harus kehilangan sosok ayah yang sangat ia cintai. Ayah yang ia harap menjadi tumpuan hidupnya setelah kepergian ibu. Ayahnya menjadi stress dan mengalami gangguan kejiwaan akibat kematian ibunya. Rudi harus menanggung semua itu. Ia terluka saat melihat ayahnya harus dipasung agar tak melukai orang lain. Cukup pak Sadli yang menjadi korban ayahnya. Belum lagi ayahnya mengaku sebagai La Paggala atau yang orang Bugis kenal sebagai Nenek Mallomo.

Rudi dipaksa dewasa untuk menghadapi permasalahannya. Beruntung masih banyak orang yang sayang dengannya. Ada pak Sadli, gurunya yang menjadi idola hampir semua siswa. Faisal dan Ahmadi yang menjadi teman karibnya. Setidaknya mereka berhasil mengalihkan kerinduan Rudi pada ayahnya yang akhirnya di rawat di rumah sakit di Makassar.

Novel yang menjadi pemenang 1 lomba menulis novel remaja yang diadakan Indiva ini memang sangat sarat akan pesan moral. Selain itu kita akan belajar banyak tentang kebudayaan lokal Bugis di sana. Penulis pintar sekali menyelipkan tema kearifan lokal ke dalam novel ini.

Balik lagi ke kisah Rudi, saya merasa kasihan sekali dengannya. Beban yang ia tanggung sudah cukup berat untuk anak seusianya. Ditambah pula kenyataan-kenyataan tentang ayahnya yang bikin Rudi semakin terpuruk pada akhirnya. Untungnya semua kejadian itu membikin Rudi semakin dewasa setiap waktunya. Saya merasa telah dipermainkan oleh penulis akan nasib Rudi. Oke, saya memang benar menebak ending kisah ini. Tapi ketika memang seperti itu kenyataannya saya serupa Rudi yang juga sulit menerima kenyataan. Semacam saya tidak ikhlas jika Rudi bernasib seperti itu. Saya menahan marah. Emosi. Lalu akhirnya pecah ketika benar-benar berada di epilog. Ada sekitar 10 menit saya menangis usai membaca novel pertama Indiva untuk lini Gen Z-nya ini.

Banyak anak-anak seperti Rudi di luar sana sebenarnya. Mungkin dengan beban derita hidup yang lebih. Tapi cukup, cukup kisah Rudi yang bikin saya meleleh. Daeng Gegge memang pandai meremukkan hati saya dengan setiap ceritanya dari sejak dahulu kala. Masya Allah. Bintang 4,5 untuk novel ini dari 5 bintang.


Pulau Harapan, 06 Mei 2020